Layanan Online Sari Asih Rapid Test, SWAB, Konsultasi Online
Layanan Online Sari Asih Rapid Test, SWAB, Konsultasi Online

Apa Benar Penyebab Skoliosis Karena Angkat Beban Berat? Yuk Cari Tau Faktanya

13 Oct, 2020

SARIASIH.com – Skoliosis adalah salah satu permasalahan yang cukup umum terjadi. Biasanya kondisi ini dapat diketahui jika tulang belakang seseorang membentuk seperti huruf c atau s. Jika dibandingkan dengan orang dewasa, skoliosis justru lebih sering ditemukan pada anak dengan rentang usia 10-18 tahun.

Meski nampaknya mudah terlihat, namun kemiringan yang terjadi pada tulang belakang memiliki perhitungannya tersendiri, sehingga belum tentu semua orang dengan kondisi yang sama mengidap skoliosis.

 “Seseorang dikatakan skoliosis kalau sudah dengan kemiringan 10 derajat. Kalau dibawah itu biasanya dibilang preskoliosis atau asymmetry vertebral, jadi intinya tidak sampai didiagnosis skoliosis” kata dr. Andika Dwicahyo, SpOT, dokter spesialis ortopedi di RS Sari Asih Cipondoh.

Umumnya skoliosis juga tidak menunjukkan gejala. Namun, jika tingkat kemiringannya sudah cukup tinggi, maka penderita baru mengidap rasa nyeri, terlebih setelah melakukan aktivitas yang berdurasi memakan waktu banyak.

“Tapi kalau derajat yang besar seperti diatas 50 derajat lebih, biasanya itu sudah mulai keliatan secara klinis bahkan sudah menimbulkan gejala-gejala seperti sakit tulang belakang, jadi punggungnya suka pegel-pegel, nyeri, terutama kalau habis aktivitas olahraga yang lama” ujar dr. Andika.

Dari berbagai jenis skoliosis, mayoritas penderita mengidap dengan jenis idiopatik. Dimana sampai saati ini belum ada penyebab yang dapat dipastikan sebagai pemicunya, karena itu penelitian terkait skoliosis idiopatik masih berlangsung.

Namun dokter yang menamatkan pendidikan profesi kedokterannya di Universitas Gadjah Mada ini mengatakan jika ada perkiraan faktor gen yang membuat seseorang lebih berisiko mengalami jenis idiopatik skoliosis.

“Idiopatik skoliosis itu tipe yang enggak diketahui penyebabnya, penelitian juga masih belum menemukan jawabannya. Tapi ada dugaan kalau skoliosis ini disebabkan oleh genetik, jadi kalau di keluarga ada yang jadi penderita, maka terdapat 30 persen chance atau risiko mengalami hal yang sama” tutur dr. Andika.

Selain anak-anak, skoliosis juga kerap dialami oleh perempuan. dr. Andika mengatakan jika faktornya bukan hanya karena keturunan, namun juga berkemungkinan akibat perubahan hormon.

“Skoliosis lebih berisiko dialami oleh wanita, hal tersebut dikarenakan epidemiologinya seperti itu. Hal demikian bisa terjadi karena ada hubungannya dengan genetik, family history, ada juga penelitian yang menyebutkan karena ketidak seimbangan hormon dan itu paling sering dialami oleh wanita karena ada pubertas dan menstruasi, keduanya sangat erat dengan hormon” ujar dr. Andika.

Ketika membicarakan skoliosis, tidak jarang ada yang menyangkut pautkan jika permasalahan ini bisa berasal dari kebiasaan mengangkat beban berat, seperti tas selempang atau ransel. Faktanya hal tersebut tidak menyebabkan idiopatik skoliosis, namun memang menstimulasi jenis skoliosis lainnya, seperti postural skolisos.

Tidak akan jadi masalah apabila barang yang dibawa tidak banyak, namun jika sebaliknya, maka dengan penumpukkan hanya pada satu pundak akan memicu perubahan sturuktur tulang.

Skoliosis sebenarnya adalah hal yang dapat diketahui pada usia belia. Ketika itu juga, masih ada upaya yang bisa dilakukan untuk mengembalikan kekuatan otot agar di masa yang akan datang, mereka dapat melakukan olahraga atau aktivitas berat karena memiliki otot-otot tulang punggung yang kuat.

“Kalau ditemukan kelainan tulang belakang atau skoliosos sejak dini, sekitar pada usia 10-18 tahun, maka dibutuhkan extra exercise untuk penguatan otot-otot punggung. Tujuannya agar otot yang kuat mampu menopang dan menstabilkan tubuh, sehingga saat melakukan aktivitas yang lama dan cukup berat, gejala-gejala nyeri yang mungkin muncul dapat diminimalisir” ucap dr. Andika.

Bagi penderita yang lebih dewasa, tidak banyak dari mereka yang mengalami adanya kenaikan tingkat lengkung. Namun mereka harus meningkatkan intensitas melakukan beberapa olahraga yang bertujuan agar kekuatan tulang belakangnya tetap terjaga.

“Untuk yang dewasa hampir tidak terjadi penambahan kelengkungan, sehingga untuk proses agar kondisinya membaik mereka harus exersice untuk muscle strengthening atau otot-ototnya dikuatkan, seperti senam otot punggung atau renang” tutup dr. Andika.

 

Penulis: Dina Syelvila

Editor: dr. Andika Dwicahyo, SpOT

 

 

Bagikan :

Jadwal Poliklinik
dr. Sandhi Ari Susanti , Sp.THT
dr. Sandhi Ari Susanti , Sp.THT
THT
dr. Nadia Ayu Safitri , Sp.M
dr. Nadia Ayu Safitri , Sp.M
Mata
dr. Nitia Almaida Asbarinsyah , dr. SpJP
dr. Nitia Almaida Asbarinsyah , dr. SpJP
Jantung
dr. Henrico Marindian , Sp.OT
dr. Henrico Marindian , Sp.OT
Ortopedi
Dr. Linda Kurniaty Wijaya , SpPD
Dr. Linda Kurniaty Wijaya , SpPD
Penyakit Dalam
Layanan Online
Layanan Online
Konsultasikan Dengan Dokter
Coming Soon
Ok